Paradigma Penelitian: Pengertian Menurut Ahli, Jenis dan Contoh

Artikel ini akan membahas dan menyelami lebih dalam mengenai pengertian paradigma penelitian menurut ahli, jenis dan contoh nyatanya.
Paradigma Penelitian

Dalam dunia penelitian, paradigma menjadi pondasi penting yang menentukan cara pandang peneliti terhadap realitas, metode, hingga interpretasi data. Tanpa pemahaman yang kuat tentang paradigma, proses penelitian bisa kehilangan arah dan makna. 

Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai apa itu paradigma penelitian, artikel ini akan membahas dan menyelami lebih dalam bagaimana paradigma memengaruhi pendekatan dan hasil penelitian secara nyata. 

Pengertian Paradigma Penelitian Menurut Para Ahli

Ketika membicarakan tentang penelitian, pernahkah kita bertanya: apa sebenarnya yang menjadi landasan awal seorang peneliti dalam melihat dan memahami dunia yang sedang ia teliti? Di sinilah konsep paradigma penelitian menjadi sangat penting. 

Paradigma bukan sekadar istilah akademik, melainkan merupakan cara pandang yang memengaruhi bagaimana seorang peneliti memahami realitas, menyusun pertanyaan, memilih metode, hingga menarik kesimpulan.

1. Thomas Kuhn (1970)

Menurut Thomas Kuhn, paradigma adalah seperangkat keyakinan, nilai, teknik, dan asumsi dasar yang diterima oleh suatu komunitas ilmiah. Kuhn memperkenalkan konsep ini dalam bukunya The Structure of Scientific Revolutions, di mana ia menyatakan bahwa paradigma membentuk dasar dari normal science—yakni kegiatan ilmiah yang dilakukan dalam kerangka pemahaman yang diterima secara luas. 

Artinya, paradigma bukan hanya memandu peneliti, tetapi juga membatasi cara berpikir dalam ruang tertentu. Bukankah menarik bahwa bahkan ilmu pengetahuan pun bergerak dalam bingkai paradigma tertentu?

2. Lincoln dan Guba (1985)

Lincoln dan Guba menjelaskan paradigma sebagai sistem kepercayaan atau pandangan dunia yang membimbing peneliti dalam memahami realitas, merumuskan masalah, serta memilih metode untuk menyelesaikannya. Mereka menekankan bahwa setiap paradigma terdiri dari empat elemen dasar:

  • Ontologi (hakikat realitas)
  • Epistemologi (hubungan antara peneliti dan objek yang diteliti)
  • Metodologi (bagaimana cara memperoleh pengetahuan)
  • Aksiologi (nilai yang dibawa dalam penelitian)

Jadi, saat kita melakukan penelitian, sadar atau tidak, kita sudah memilih posisi berpikir. Tapi, sudahkah kita tahu posisi itu berdasarkan paradigma mana?

3. W. Lawrence Neuman (2014)

Neuman memandang paradigma sebagai lensa yang digunakan peneliti untuk memahami dunia sosial. Dengan kata lain, dua peneliti bisa mengamati fenomena yang sama, namun menghasilkan kesimpulan yang berbeda karena mereka memakai paradigma yang berbeda. 

Apakah itu berarti tidak ada kebenaran tunggal dalam penelitian sosial? Bisa jadi—karena dalam ilmu sosial, perspektif sangat menentukan hasil.

4. John W. Creswell (2014)

Creswell mengaitkan paradigma dengan worldview atau pandangan dunia peneliti. Menurutnya, pemilihan paradigma akan memengaruhi seluruh desain penelitian, mulai dari pendekatan (kualitatif, kuantitatif, atau campuran), strategi, hingga teknik pengumpulan data. Ia membagi paradigma ke dalam beberapa kategori utama seperti:

  • Positivisme
  • Post-positivisme
  • Konstruktivisme
  • Pragmatisme

Lalu, apakah semua paradigma bisa digunakan dalam semua konteks penelitian? Tentu tidak. Pemilihan paradigma harus disesuaikan dengan tujuan, pertanyaan penelitian, dan jenis data yang dibutuhkan.

Melalui berbagai pandangan di atas, kita bisa melihat bahwa paradigma bukan hanya teori di balik layar, melainkan fondasi yang memengaruhi seluruh struktur riset. Jika paradigma yang digunakan tidak sesuai dengan jenis penelitian yang dilakukan, maka hasilnya pun bisa jadi tidak relevan atau bahkan menyesatkan. Maka dari itu, memahami paradigma penelitian menjadi langkah awal yang sangat penting sebelum memulai riset. 

Bukan hanya demi kejelasan metodologi, tapi juga untuk memastikan bahwa peneliti tidak berjalan dalam kegelapan tanpa arah. Jadi, sudahkah kamu mengenali paradigma yang digunakan dalam penelitian?

Jenis-jenis Paradigma Penelitian dan Contoh Singkatnya

Paradigma penelitian merupakan kerangka berpikir atau landasan filosofis yang digunakan oleh peneliti dalam memahami suatu fenomena, memilih metode penelitian, serta menganalisis data. Paradigma bukan hanya soal metodologi, melainkan mencakup pandangan tentang realitas (ontologi), hubungan antara peneliti dan objek (epistemologi), hingga nilai-nilai yang dibawa dalam proses penelitian (aksiologi).

Secara umum, paradigma penelitian terbagi menjadi dua kategori besar: paradigma kualitatif dan paradigma kuantitatif. Di dalam ranah ilmu sosial, para ahli juga membedakan empat paradigma utama yang lebih spesifik. 

Mari kita bahas satu per satu, lengkap dengan contoh singkatnya.

1. Paradigma Penelitian Kualitatif

Paradigma kualitatif berlandaskan pada pandangan konstruktivis atau interpretatif, di mana realitas dianggap sebagai sesuatu yang subjektif, beragam, dan dibentuk oleh pengalaman serta konteks sosial. Penelitian kualitatif tidak mencari “kebenaran tunggal”, melainkan berusaha memahami makna dan perspektif individu atau kelompok dalam situasi tertentu. Hubungan antara peneliti dan subjek penelitian sangat dekat, bahkan kolaboratif.

Ciri-ciri utama:

  • Ontologi: Realitas bersifat majemuk dan dibentuk secara sosial.
  • Epistemologi: Peneliti dan objek saling terhubung.
  • Metodologi: Induktif, deskriptif, eksploratif.
  • Teknik: Wawancara mendalam, observasi, studi kasus, FGD.

Contoh singkat:

Seorang peneliti ingin memahami pengalaman guru dalam menghadapi siswa dengan kebutuhan khusus. Ia melakukan wawancara mendalam dengan 10 guru di sekolah inklusi dan menganalisis narasi mereka untuk menggali tema-tema kunci. Penelitian ini tidak bertujuan mengukur, melainkan memahami.

2. Paradigma Penelitian Kuantitatif

Paradigma kuantitatif berakar pada pandangan positivisme atau post-positivisme. Di sini, realitas dianggap sebagai sesuatu yang objektif, tetap, dan dapat diukur secara empiris. Peneliti bertindak sebagai pengamat yang netral dan menjaga jarak dari subjek yang diteliti. Paradigma ini sering digunakan dalam ilmu alam dan sosial yang memerlukan data numerik, pengujian hipotesis, serta analisis statistik.

Ciri-ciri utama:

  • Ontologi: Realitas bersifat objektif dan dapat diobservasi.
  • Epistemologi: Peneliti independen dari objek penelitian.
  • Metodologi: Deduktif, eksperimental, verifikatif.
  • Teknik: Kuesioner, survei, eksperimen, pengolahan data statistik.

Contoh singkat:

Seorang peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara intensitas belajar dan nilai ujian mahasiswa. Ia menyebarkan kuesioner kepada 200 mahasiswa dan menganalisis data menggunakan uji korelasi Pearson. Hasilnya kemudian diuji secara statistik untuk menentukan signifikansi hubungan.

3. 4 Paradigma Penelitian Sosial

Dalam kajian ilmu sosial, banyak peneliti merujuk pada empat paradigma utama yang dikemukakan oleh Burrell dan Morgan (1979). Keempat paradigma ini berangkat dari dua dimensi: sifat realitas sosial (objektif vs subjektif) dan sifat masyarakat (teratur vs konflik/transformasi). 

Paradigma ini lebih filosofis dan sering dijadikan dasar dalam ilmu sosial dan humaniora.

a. Paradigma Fungsionalis

Paradigma ini berpandangan bahwa masyarakat adalah sistem yang stabil, terstruktur, dan dapat dipelajari secara objektif. Penelitian bertujuan untuk memahami sistem sosial dan bagaimana tiap bagian berfungsi secara rasional.

  • Fokus: Keteraturan sosial, efisiensi, stabilitas.
  • Metode: Kuantitatif, survei, eksperimen.
  • Contoh: Penelitian tentang efektivitas sistem manajemen sekolah dalam meningkatkan kinerja guru.

b. Paradigma Interpretif

Paradigma ini menekankan makna subjektif yang dibentuk oleh interaksi sosial. Peneliti tidak hanya mengamati, tetapi juga menafsirkan realitas berdasarkan perspektif individu atau kelompok yang diteliti.

  • Fokus: Pemahaman makna, pengalaman individu.
  • Metode: Kualitatif, etnografi, studi kasus.
  • Contoh: Studi tentang bagaimana pekerja migran memaknai pengalaman kerja mereka di luar negeri.

c. Paradigma Radikal Humanis

Paradigma ini memandang realitas sosial sebagai hasil konstruksi ideologis yang bisa menindas individu. Penelitian diarahkan pada perubahan kesadaran dan pembebasan individu dari struktur dominan.

  • Fokus: Kesadaran kritis, pembebasan.
  • Metode: Kualitatif, pendekatan kritis.
  • Contoh: Studi tentang bagaimana perempuan korban kekerasan rumah tangga mengalami represi budaya dan bagaimana mereka membangun kesadaran untuk bangkit.

d. Paradigma Radikal Strukturalis

Paradigma ini menganggap bahwa struktur sosial yang ada bersifat menindas dan perlu diubah secara radikal. Penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi konflik dan ketimpangan dalam sistem sosial.

  • Fokus: Struktur kekuasaan, ketimpangan, konflik kelas.
  • Metode: Kualitatif atau kuantitatif, pendekatan kritis atau marxis.
  • Contoh: Penelitian tentang ketimpangan pendidikan antara sekolah kota dan desa sebagai akibat dari sistem birokrasi dan kapitalisme pendidikan.

Dengan demikian, maka dapat diketahui bahwa pemahaman tentang paradigma penelitian sangat penting untuk diketahui. Hal ini karena paradigma termasuk di dalam penelitian akan menentukan cara pandang peneliti terhadap realitas, hubungan peneliti dengan subjek, hingga cara pengumpulan dan analisis data. Baik menggunakan pendekatan kuantitatif, kualitatif, maupun mengacu pada empat paradigma sosial, peneliti harus sadar dan konsisten dalam memilih landasan berpikirnya.

Paradigma bukan hanya soal “metode”, tetapi menyentuh cara kita memahami dunia dan bagaimana kita meneliti perubahan di dalamnya. Maka, sebelum memulai riset, penting untuk bertanya: “Paradigma mana yang paling sesuai dengan keyakinan saya tentang dunia yang sedang saya teliti?”

Baca juga: